Obat baru untuk pasien myeloma yaitu elotuzumab dengan nama dagang Empliciti akhirnya mendapatkan persetujuan dari Komisi Eropa untuk dipasarkan. Hal ini menyusul persetujuan yang telah diberikan sebelumnya di Amerika Serikat pada akhir November tahun lalu.
Elotuzumab ini digunakan untuk terapi pasien myeloma semua usia yang telah mendapatkan satu sampai tiga regimen terapi sebelumnya. Pada pemberiannya elotuzumab dikombinasikan dengan lenalidomide dan dexamethason.
Sebelum elotuzumab, sebelumnya telah disetujui juga carfilzomib dengan nama dagang Kyprolis dan sama halnya dengan elotuzumab juga diberikan secara kombinasi dengan lenalidomide dan dexamethason. Selain itu, komisi Eropa juga dalam bulan-bulan ke depan akan merekmendasikan Darzalex (Daratumumab) yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dari Komite Penasehat Eropa. Dan juga pihak Komisi Eropa sedang menilai aplikasi obat baru myeloma yaitu Ninlaro (ixazomib).
Kondisi di Indonesia
Banyaknya obat-obat baru yang sudah dan akan mendapatkan persetujuan untuk dipasarkan oleh negara Eropa dan Amerika tersebut tentunya sangat berkebalikan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia.
Di Indonesia, obat standar myeloma untuk pasien-pasien tua saja yaitu Melpalan yang walaupun sudah tergeistrasi di Indonesia dan mendapatkan persetujuan dari pihak BPOM, kesediannya masih sangat terbatas. Pihak perusahaan obat yang sudah meregistrasikan obat dengan kandungan Melpalan tersebut sepertinya tidak "berminat" untuk menyediakan obat ini di Indonesia dengan berbagai alasan. Padahal Melpalan sudah disetujui oleh pihak Kementrian Kesehatan seperti yang tertuang dalam Formularium Nasional untuk ditanggung pengobatannya oleh pemerintah melalui BPJS.
Obat myeloma lainnya yang merupakan obat standar yaitu Thalidomide bahkan lebih tragis nasibnya. Karena bahkan tidak ada satu perusahaan obat pun yang mau meregistrasikan obat dengan kandungan thalidomide ini. Terpaksa, para dokter ahli kanker merekomendasikan pasien untuk mendapatkan thalidomide dari pihak lain yang tentunya tidak melalu registrasi resmi dari BPOM.
Selain Melpalan dan Thalidomide, obat lainnya yang sudah merupakan obat standar digunakan di Eropa dan Amerika adalah bortezomib, dengan nama dagang Velcade. Sama seperti halnya Melpalan dan Thalidomide, di berbagai rekomendasi, panduan, atau tata-laksana pengobatan myeloma di Eropa, Amerika dan dunia hampir ketiga obat tersebut merupakan obat yang selalu menjadi obat standar terapi multiple myeloma, dan tentunya selain dexamethason, cyclofosfamide dan prednison yang tidak ada kendala kesediaan obatnya di Indonesia.
Obat dengan kandungan bortezomib ini sudah teregistrasi di Indonesia dan sudah disetujui untuk dipasarkan di Indonesia. Tetapi yang menjadi persoalan adalah karena obat ini sudah menjadi obat standar dunia untu terapi myeloma maka alangkah baiknya dari pihak kementrian kesehatan memasukkan obat tersebut ke Formularium Nasiona dan bisa dimanfaatkan lebih luas lagi untuk pasien-pasien myeloma di Indonesia melalui program JKN atau yang sering kita kenal dengan BPJS.
Adanya obat-obat yang sudah menjadi standar diatas untuk bisa diakses dengan mudah oleh pasien-pasien myeloma di Indonesia tentunya menjadi hal penting pertama yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan pasien-pasien myeloma tersebut baik dari keluarga, pemerintah, kelompok pasien, LSM dan para dokter ahli kanker untuk bisa mewujudkannya.
Dan setelah keberadaan ketiga obat tersebut, baru kita bisa memikirkan berikutnya bagaimana kemajuan-kemajuan pengobatan yang ada di negara Eropa dan Amerika juga bisa dimanfaatkan oleh pasien-pasien di Indonesia seperti akses terhadapt cangkok sumsum tulang dan obat-obat baru myeloam seperti lenalidomide, pomalidomide, carfilzomib, ixazomib, elotuzumab dan daratumumab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar