Senin, 28 Desember 2015

Carfilzomib lebih unggul dibandingkan Bortezomib Apapun Kategori Resiko nya Secara Sitogenetik


Analisa kelompok kecil dari penelitian ENDEAVOR membandingkan antara carfilzomib + dexamethasone (Kd) dengan Bortezomib + dexamethason (Vd) pada pasien MM yang relaps diduga bahwa Kd lebih unggul dibandingkan Vd pada pasien baik dengan resiko tinggi ataupun dengan resiko standar secara sitogenetik. Hasi awal penelitian ini menunjukkan hasil PFS dari carfilzomib sebesar 18.7 bulan lebih unggul dibandingkan dengan bortezomib yang hanya 9.4 bulan (HR = 0.53; P<.0001), dan median OS yang tidak tercapai pada carfilzomib pada penelitian sementara ini dibandingkan pada bortezomib yang mencapai OS 24.3 bulan. (HR = 0.79; P = .066). 

hasil ini sudah dipublikasikan secara online pada jurnal ilmiah Lancet Oncology pada 5 Desember. Pada kelompok resiko tinggi, median PFS pada kelompok carfilzomib sebesar 8.8 bulan versus 6 bulan pada kelompok bortezomib (HR = 0.646). Pada pasien dengan resiko standar secara sitogenetik, median PFS pada carfilzomib tidak tecapai versus 10.2 bulan pada kelompok bortezomib (HR = 0.439). 

Peneliti menyimpulkan bahwa sesuai dugaan sebelumnya, media PFS pasien dengan resiko tinggi secara sitogenetik lebih rendah dibandingkan dengan median PFS pada populasi pasien secara keseluruhan. Namun demikian, pasien yang diterapi dengan regimen Kd memberikan peningkatan klinis bermakna dalam hal PFS, tingkat respon yang lebih tinggi, pencapaian respon yang lebih dalam dan durasi respon yang lebih laa dibandingkan dengan Vd pada pasien MM baik dengan resiko tinggi maupun resko rendah secara sitogenetik.
Blood. 2015;126: Abstract 30

Terapi Triplet Oral Ixazomib/Lenalidomide/Dexamethasone sebagai Terapi Standar Baru untuk Multiple Myeloma Refraktor/Relaps

Hasil sementara dari penelitian fase III yang dilakukan secara acak yaitu penelitian Tourmaline-MM1 menunjukkan bahwa kombinasi ixazomib, obat golongan proteosome inhibitor oral pertama, dengan lenalidomide dan dexamethason (regimen IRd) secara signifikan memberikan peningkatan dalam hal PFS dibandingkan dengan Rd pada pasien MM yang refraktor/relaps. 


Keunggulan yang dicapai ini tanpa secara nyata meningkatkan toksisitas secara keseluruhan, termasuk diantaranya kejadian neuropati. Penelitian ini melibatkan 722 pasien yang sebelumnya telah menerima terapi setidaknya satu kali dimana 69% pada kelompok IRd dan 79% pada kelompok Rd diantaranya mendapatkan obat proteosome inhibitor. 


Median PFS dicapai sebesar 20.6 bulan pada kelompok IRd dan 14.7 bulan pada kelompok Rd (HR = 0.74; P = 0.12). tingkat respon secara keseluruhan, CR dan very good partial response (VGPR), sudah dikonfirmasi yang juga menunjukkan keunggulan dari kelompok ixazomib. sejauh ini, folllow up penelitian rata-rata baru 23 bulan dan data OS yang dicapai belum dicapai pada kedua kelompok.

Berdasarkan penelitian ini, FDA menyetujui ixazomib pada bulan November lalu dan dengan disetujuinya regimen IRd maka dokter hematologi mempunyai tiga plihan terapi triplet yang bisa dipilih. 


Blood. 2015;126: Abstract 727.

Terapi dengan Regimen Bortezomib/Lenalidomide/Dexamethason dikonfirmasi Pada Penelitian SWOG S07777

Hasil dari penelitian fase III yang dilakukan secara random yang dinamai penelitian SWOG  S0777 mengkonfirmasi keunggulan terapi tiga (3) obat Bortezomib plus lenalidomide dan dexamethasone (VRd) dibandingkan dengan hanya Rd saja pada pasien MM yang mendapatkan terapi lini pertama. Dan kali ini, penelitian tersebut memberikan cukup data dengan N = 473 untuk meyakinkan pandangan skeptis bahwa terapi triplet (dengan 3 obat) lebih unggul dibandingkan dengan terapi doublet (2 obat).
Dan ini adalah penelitian yang dilakukan secara random pertama yang membandingkan antara kedua regimen tersebut. median PFS didapat sebesar 43 bulan pada VRd dibanding 30 bulan pada kelompok Rd (HR = 0.712; P = .0018). Median OS tidak tercapai pada kelompok VRd dibanding 63 bulan pada kelompok Rd (HR = 0.709; P = .0125). Hasil peneltian ini, yang dipresentasikan oleh oleh Bruce Durie, MD dari International Myeloma Foundation dan Cedars-Sinai Comprehensive Cancer Center, Los Angeles, California, Amerika Serikat meyakinkan sekali lagi bahwa VRd merupakan terapi standar baru untuk mayoritas pasien yang baru terdiagnosa MM.


Minggu, 20 Desember 2015

Obat Baru Multiple Myeloma, Daratumumab, Mendapat Perstujuan oleh FDA

Badan registrasi obat Amerika Serikat, The United States Food and Drug Administration (FDA), telah menyetujui obat Daratumumab untuk terapi multiple myeloma.
obat tersebut akan dipasarkan dengan nama Darzalex. Darzalex disetujui oleh FDA untuk digunakan pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan obat kelas imunomodulator seperti Thalidomide, Revlimide dan pomalidomide, serta yang sudah mendapatkan obat golongan proteasome inhibitor sebelumnya meliputi Velcade (Bortezomib) dan Kyprolis (carfilzomib).
Lebih khusus lagi, Darzalex disetujui oleh FDA untuk pasien yang sudah menerima setidaknya 3 lini terapi yang termasuk diantaranya obat immunomodulator dan proteasome inhibitor.

Darzalex merupakan obat kedua multiple myeloma yang disetujui oleh FDA pada tahun ini setelah sebelumnya badan tersebut menyetujui Farydak (panobinostat) pada bulan Februari.

Darzalex merupakan obat golongan antibodi monoklonal. Beberapa golongan antibodi monoklonal sudah disetujui untuk digunakan pada beberapa terapi kanker, tetapi Darzalex merupakan obat antibodi monoklonal pertama yang disetujui untuk terapi multiple myeloma.

Darzalex mengikat protein yang disebut dengan CD38, yang sering ditemukan pada permukaan sel myeloma. Sekali terikat dengan pada sel myeloma, Darzalex akan menyerang sel dimana juga akan memebrikan sinyal pada  sistem immune pasien untuk menyerang sel myeloma juga.
Dua obat golongan antibodi monoklonal yang mentarget CD38 sedang dikembangkan untuk terapi myeloma yaitu SAR650984 dan MOR202. Obat lain yang merupakan golongan antibodi monoklonal adalah Elotuzumab, tetapi obat tersebut mentarget protein yang lain dan bukan CD38 .

Darzalex disetujui berdasarkan penelitian Sirius MMY202.
Pada studi tersebut Darzalex diberikan kepada pasien MM yang sudah menerima tiga (3) lini terapi sebelumnya yang meliputi obat golongan imunomodilator dan obat golongan proteasome inhibitor.
hasil dari studi tersebut adalah hampir sepertiga pasien yang diteliti - dengan rata-rata mendapatkan lima lini terapi sebelumnya - memberikan respon terhadap pemberian obat tunggal Darzalex. Median time to disease progession dicapai selama 3.7 bulan, dan diestimasikan secara kesuluruhan 65% pasien masih hidup dalam 1 tahun.

Efek samping yang paling sering adalah reaksi yang berhubungan dengan pemberian infus, fatigue, mual, backpain, dan batuk. Darzalex juga membuat hitung sel darah menurun.

Darzalex merupakan terapi infus dan akan tersedia dalam bentuk vial dengan dua kemasan yaitu 100 mg dan 400 mg.
dosis yang direkomendasikan adalah 16 mg/kg. Dan infus diberikan sekali seminggu selama terapi 8 minggu dan dua minggu sekali pada minggu 8 sampai 24 berikutnya.

Sumber : Pernyataan Press dari FDA

Data Terbaru Terapi Myeloma dari Pertemuan ASH 2015 (American Society of Hematology)

Organisasi dokter-dokter ahli darah (Hematologist) Amerika Serikat atau sering disebut ASH (American Society of Hematology) rutin menggelar pertemuan tiap setahun sekali.
Walaupun dilabeli Amerika tetapi karena reputasinya anggota dari ASH ini meliputi semua negara di dunia bahkan banyak dokter Hematologist Indonesia menjadi member dari ASH dan rutin menghadiri acara pertemuan yang diadakan setahun sekali ini. Tentunya hal tersebut dilakukan supaya dokter Hematologist di Indonesia tidak tertinggal dalam update data kelainan atau gangguan darah pada manusia yang salah satu diantaranya adalah Multiple Myeloma.

Berikut review data-data terbaru mengenai multiple myeloma yang didapat dari meeting ASH terbaru yang diadakan di Orlando, Amerika Serikat pada tanggal 3 - 6 Desember 2015. Data berikut disajikan oleh ahli myeloma Amerika Serikat yaitu Shaji Kumar, MD, dan Sagar Lonial, MD pada situs Clinicare Care Option Oncology dalam bentuk slide.

Pentingnya Pencapaian negatif MRD dalam memperpanjang angka PFS (Progession Free Survival)

Silahkan download disini


Penelitian MMY1001 fase 1b : Daratumumab plus Pom/Dex pada pasien MM relapse/refractor
    Pada analisa awal, kombinasi antara Daratumumab dengan pomalidomide/dexamethason ini menunjukkan respon yang menjanjikan pada pasien MM yang sudah beberapa kali menerima terapi sebelumnya
Silahkan download disini

Penelitian fase II : Pembrolizuman + pomalidomide/Dexamethasone pada pasien MM yang relaps/refractorr
    Hasil awal menunjukkan effikasi yang menjanjikan dan profil efek samping yang bisa diterima oleh pasien MM yang sudah menerima beberapa terapi sebelumnya

Penelitian TOURMALINE-MM1 : Peningkatan PFS dengan terapi Ixazomib + Len/Dex pada pasien MM R/R
    Obat yang baru saja disetujui oleh FDA, ixazomib, dikombinasikan dengan lenalidomide/dexamethason menunjukkan perpanjangan pada PFS dan peningkatan tingkat respon pada pasien MM yang sudah pernah menerima beberapa terapi sebelumnya

Peluang Hidup Meningkat pada Penderita Kanker di Eropa

Dari data terbaru di Eropa, EUROCARE-5, menyatakan bahwa ada peningkatan peluang hidup secara keseluruhan pada penderita kanker yang diteliti selama tahun 1998 - 2007.

Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa adanya peningkatan peluang hidup tersebut dikarenakan adanya kenaikan dalam produk domestik bruto (PDB) dan angaran pemerintah terhadap kesehatan kecuali Inggris dan Denmark. pada kedua negara tersebut, anggaran pemerintah terhadap kesehatan meningkat tetapi tidak berdampak pada peluang hidup pasien kanker. Fenomena tersebut juga terjadi di negara Amerika Serikat.

Buat Indonesia saya rasa ini menjadi pelajaran karena kelemahan kita adalah tidak punya data yang jelas mengenai data pasien kanker apalagi data peluang hidupnya. Selain itu, anggaran biaya kesehatan juga menjadi sorotan mengingat kenaikan anggaran kesehatan berdampak pada peningkatan peluang hidup masyarakat.

Referensi :

1. Sant M, Francisci S, Minicozzi P, et al: Is Europe doing better in cancer care since the 90s? The latest findings from the EUROCARE-5 study. 2015 European Cancer Congress. Abstract 1LBA. Presented September 26, 2015.

Minggu, 08 November 2015

Diagnosa Multiple Myeloma

Tidak ada satu test atau prosedur medis yang bisa secara akurat untuk mendiagnosa apakah seseorang terkena multiple myeloma atau tidak. Sehinga beberapa test harus dilakukan sebelum dokter melakukan diagnosa. Berikut beberapa test yang dilakukan.

 

Tes Darah


Tes darah menunjukkan kadar komponen-komponen darah. Saat seseorang terkena myeloma, maka sel darah spesifik dan protein yang diidentifikasi melalui test yang disebut elektoferesis protein atau protein electrophoresis menunjukkan adanya jumlah berlebih dalam darah. Sebagai contoh, pada pemeriksaan atau tes darah menunjukkan kadar sel plasma yang tinggi, kadar kalsium yang tinggi (hiperkalsemia), adanya protein monoklonal atau disebut protein M, dan kenaikan/atau beta-2-mikroglobulin.

Tes Urin

 

Tes urin dilakukan untuk menge-cek adanya tipe khusus dari protein M yang disebut protein Bence Jones. Biasanya dokter akan mengukur nilai protein Bence Jones pasien dengan urin 24 jam. Jika ditemukan adanya protein tersebut maka pasien akan dimonitor ginjalnya karena protein ini bisa menyumbat di ginjal dan merusaknya.
.

X-rays, MRI, dan PET Scan

 

Sinar X-ray dapat digunakan untuk menge-cek adanya tulang yang menipis atau rusak. Keduanya adalah merupakan gejala adanya myeloma. Tulang rusuk, punggung, panggul, kepala, lengan lutut dan kaki akan dilihat. MRI (Magnetic Resonance imaging) juga dapat digunakan untuk melihat adanya kerusakan tulang serta adanya kelainan sumsum tulang. MRI adalah sebuah alat scan yang berkeja secara komputerisasi yang bisa menunjukkan jumlah sel myeloma yang ada dalam tubuh. Positron Emission Topography atau PET scan, juga merupakan teknik pencitraan lainnya yang bisa menunjukkan aktifitas sel myeloma dan beguna untuk menentukan apakah sekumpulan sel myeloma yang ditemukan merupakan sel jinak atau ganas.

Biopsi

 

Biopsi melibatkan pengambilan jaringan dari tubuh untuk diuji guna kepentingan diagnosa. Dalam rangka diagnosa pasien myeloma, sumsum tulang dari tulang hip atau tulang dada diambil dan diuji pada mikroskop untuk melacak dan menemukan adanya sel myeloma ganas. Biopsi akan memberikan data mengenai jumlah sel ganas, menentukan kadar aktivitasnya pada sumsum tulang, dan melihat seberapa besar kerusakan yang mereka akibatkan pada struktur sumsum tulang. Sebagai alternatif biopsy, dilakukan prosedur yang disebut aspirasi sumsum tulang, dimana jarum kecil digunakan untuk mengambil sumsum tulang sebagai bahan pengujian.

Evaluasi Gejala Myeloma

 

Dengan berbagai faktor yang telah disebutkan sebelumnya, dokter juga akan melihat ke gejala lain myeloma yang ditemukan untuk menegakkan diagnosa. Gejala umum myeloma seperi disebutkan sebelumnya meliputi anemia, nyeri tulang, rusaknya tulang (umumnya spine), letih, lesu, haus yang berlebih, infeksi yang berulang, dan demam, turunnya berat badan, mual, konstipasi dan gangguan fungsi ginjal dan seringnya berkemih. Walaupun gejala-gejala tersebut bisa muncul dalam berbagai bentuk, keberadaan gejala-gejala tersebut dapat membantu dokter mendiagnosa multiple myeloma secara akurat.

Kesimpulan

 

Begitu berbagai test sudah selesai didapat maka dokter akan mncoba menyiapkan diagnosa myeloma. Diagnosa multiple myeloma didasarkan pada adanya tiga faktor. Pertama, biopsi atau aspirasi sumsum tulang menunjukkan adanya sel plasma sekurang-kurangnya 10% dari sumsum tulang. Kedua, munculnya M-protein baik pada test urin maupun darah, dan ketiga, ditemukan adanya tanda-tanda dampak kerusakan pada tubuh, seperti adanya lesi tulang atau kerusakan ginjal dampak dari penyakit myeloma.
Setelah diagnosa myeloma ditegakkan, dokter akan menentukan stadium penyakit. Stadium penyakit myeloma bisa menggunakan sistem stadium Durie-Salmon atau  International Staging System (ISS. Stadium ini berguna untuk mengklasifikasikan pasien berdasarkan derajat beratnya penyakitnya.



Tanda dan Gejala Multiple Myeloma

Multiple myeloma bisa menunjukkan gejala yang bervariasi antara satu pasien dengan pasien lainnya. Hal ini dikarenakan multiple myeloma dapat menyerang berbagai organ tubuh sehingga gejala yang ditimbulkan juga beragam.
Tidak ada tanda khusus yang menjadi penanda adanya multiple myeloma, karena berbagai gejala yang ditimbulkannya bisa juga ditemukan pada kondisi penyakit lainnya. Dan bahkan multiple myeloma bisa ditemukan tanpa ada gejala sedikitpun.

Disebut multiple myeloma karena multiple myeloma terjadi ketika sel myeloma ganas berkumpul di berbagai tulang. Tidak seperti plasmasitoma yang hanya terjadi pada satu tulang saja.

Gejala multiple myeloma mulai muncul saat sel myeloma memenuhi sumsum tulang dan membuat sumsum tulang tidak dapat memproduksi sel darah “sehat” baru. Hal tersebut membuat sistem kekebalan tubuh atau immunitas menjadi lemah. Menurunnya sistem kekebalan tubuh mengakibatkan tubuh menjadi mudah letih, sering terjadi infeksi yang berulang dan sering muncul pendarahan. Sel myeloma yang memenuhi sumsum tulang juga bisa mengakibatkan tulang menjadi melemah.

Kenaikan M Proteins
Multiple myeloma  sering ditemukan saat pemeriksaan darah atau urin rutin. Dokter menemukan adanya gejala anemia yang asimptomatik atau adanya kenaikan protein yang abnormal. Protein abnormal tersebut yang biasanya adalah merupakan antibodi atau komponen dari antibody sesuai kesepekatan bersama disebut dengan M-protein atau protein M.

Dikarenakan protein M yang dihasilkan oleh sel myeloma tidak berfungsi secara normal, maka sel tersebut akan selalu bertambah banyak dan tidak mengalami kematian sehingga mengakibatkan darah menjadi  kental. Dan kondisi ini mengakibatkan suatu kondisi penyakit yang disebut dengan sindrom hiperviskositas (kekentalan) darah. Sindrom tersebut akan menyebabkan :

  • Kelelahan
  • Sakit kepala
  • Pusing
  • Kebingungan
  • Kesulitan berjalan
  • Mimisan atau hidung berdarah
  • Perubahan dalam pandangan seperti pendangan kabur atau mata menonjol
  • Retinopati (kerusakan pada retina yang  bukan karena peradangan)
  • Nyeri, kesemutan, mati rasa di tangan, kaki, jari-jari kaki atau bagian lain dari tubuh

Nyeri Tulang
Nyeri tulang yang disebabkan oleh multiple myeloma biasanya terasa pada tulang belakang dan tulang rusuk, dan biasanya mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Nyeri punggung bisa terjadi secara akut maupun kronis dan dapat memnyebabkan lemahnya tulang belakang atau bahkan rusak. Adanya nyeri lokal yang persisten memberikan dugaan adanya fraktur tulang. Keterlibatan tulnag belakang mengarah ke suatu keadaan yang dinamakan spinal cord compression.

Penyakit myeloma pada tulang dikarenakan adanya proliferasi sel tumor dan pelepasan suatu zat kimia yang disebut interleukin-6 (IL-6). Molekul IL-6 ini akan menstimulasi osteoclast, yang biasanya bekerja “memakan” tulang selama proses pertumbuhan atau penyembuhan, untuk merusak tulang. Lesi tulang ini secara alamiah bersifat merusak dan bisa dilihat dengan foto polos x-ray, yang terlihat seperti lesi berbentuk “meninju keluar”. Perusakan tulang ini juga membuat pelepasan kalsium ke darah yang mengakibatkan terjadinya hiperkalsemia dan tentunya gejala yang berhubungan dengan hiperkalsemia

Hiperkalsemia
Hiperkalsemia atau kenaikan kadar kalsium dalam darah terjadi jika kalsium dari tulang yang dirusak larut dalam darah. Gejala umum yang berkaitan dengan hiperkalsemia diantaranya :
§  lemah
§  bingung
§  letih atau melemhanya otot
§  hilangnya nafsu makan
§  mual atau muntah
§  haus yang berlebih
§  sering berkemih
§  konstipasi
§  kebingungan mental atau kesulitan berpikir
§  kejang perut
§  menurunnya berat badan
§  kurang istirahat
§  gejala neurologi

Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan dampak yang biasa terjadi pada kasus hiperkalsemia, tetapi  gaga ginjal juga bisa disebabkan oleh kerusakan ginjal bagian tubulus yang disebabkan karena harus men ‘ekskresi” rantai ringan protein M. gagal ginjal ini bisa mengakibatkan sindrom Fanconi dimana kerusakan tubulus ginjal ini bisa berdam[ak pada gagalnya fungsi ginjal. Gagal ginjal ini bisa akut atau kronis. Dan bisanya juga berdampak pada berkemih.

Anemia
Anemia terjadi saat sel myeloma ganas menggantikan  sel darah merah sehat yang membawa oksigen di sumsum tulang. Pada kasus anemia pada pasien myeloma, konsentrasi hemoglobin umumnya masih ada pada range normal.
Anemia bisa berdampak pada :
·         keletihan
·         pucat
·         Kelelahan
·         Lemah
·         Sesak nafas

Infeksi
Sistem kekabalan tubuh yang lemah dan adanya protein immunoglobulin membuat pasien myeloma sering mendapatkan infeksi yang berulang. Infeksi yang sering adalah pneumonia, pyelonephritis (peradangan pada ginjal), infeksi bladder atau ginjal dan sinusitis. Kuman pathogen yang sering pada pneumonia adalah S. pneumoniae, S. aureus, and K. pneumoniae. Common pathogens causing pyelonephritis include E. coli dan kuman/bakteri gram negative lainnya.
Walaupun infeksi sering muncul saat didiagnosa, resiko terbesar terkena infeksi adalah awal-awal terapi setelah pemberian awal kemoterapi. Beberapa pasien akan memberikan manfaat dengan peberian terapi immunoglobulin pengganti untuk mereduksi terjadinya infeksi.

Kemungkinan Gejala Lainnya
Gejala lain yang berhubungan dengan myeloma meliputi :
·         Pembesaran hati atau limfa
·         Nyeri saraf
·         Hilangnya control dari bladder (karena kompresi spinal cord atau saraf)
·         Peningkatan kadar T cell suppressor
·         Menurunya kadar T cell helper
·         Letih atau kesemutan di lutut
·         Paplegia

·         Sindrom tunnel carpal atau gejala neuropati lainnya

Siapa yang beresiko terkena multiple myeloma?

Data di Amerika menunjukkan bahwa resiko terjadinya multiple myeloma adalah 1 pada 161 orang atau 0.62%. Di Indonesia sendiri belum ada penelitian yang mencoba melihat kejadian besanya faktor resiko tersebut. Namun ada kemungkinan kejadian di Asia dan khususnya di Indonesia lebih rendah dibandingkan di negara maju.

Sampai saat ini para ilmuwan dan dokter belum mengetahui penyebab pasti terjadinya multiple myeloma. Walaupun begitu, para dokter mencoba ingin mengetahui beberapa faktor resiko yang membuat seseorang lebih cenderung terkena multiple myeloma dibandingkan yang lain. Karena hanya faktor resiko maka pada beberapa orang yang mempunyai lebih dari satu faktor resiko bisa jadi tidak terjadi multiple myeloma dan pada beberapa orang yang terkena penyakit ini bisa jadi tidak memiliki satu pun faktor resiko.

Beberapa faktor resiko tersebut adalah :
  • Usia. Resiko terjadinya multiple myeloma meningkat seiring usia. Hanya kurang dari 1% pasien yang terdiagnosa multiple myeloma berusia lebih muda dari 35 tahun, dan rata-rata usia pasien yang terdiagnosa adalah sekitar 65 tahun
  • Jenis kelamin. Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Data di AS menunjukkan bahwa pada tahun 2009, pasien terdiagnosa multiple myeloma adalah 11,680 laki-laki dan 8,900 wanita.
  • Ras. Multiple myeloma terjadi dua kali lebih banyak pada ras Afrika-Amerika dibandingkan dengan Kaukasia-Amerika. Alasannya tidak diketahui secara pasti.
  • Kondisi sel plasma lainnya : orang yang mempunyai lesi myeloma, disebut solitary plasmacytoma, atau mempunyai monoclonal gammophaty of undetermined significance (MGUS), mempunyai resiko tinggi terjadi multiple myeloma. Berdasarkan data dari Mayo Clinic, satu persen pasien di Amerika dengan MGUS akan menjadi multiple myeloma setiap tahun.
  • Paparan pekerjaan : beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan pada bahan kimia tertentu pada pekerjaan dapat meningkatkan resiko multiple myeloma. Beberapa pekerjaan tersebut diantaranya pekerja pada industry petroleum dan agrikultur.
  • Paparan radiasi : paparan pada radiasi meningkatkan resiko terjadinya multiple myeloma. Namun, hanya sedikit kasus yang berhubungan dengan radiasi.
  • Riwayat keluarga : orang dengan saudara atau orang tua dengan multiple myeloma lebih beresiko terkena penyakit ini. Berdasarkan American cancer Society, resiko terjadinya multiple myeloma empat kali lebih besar dibandingkan yang tidak. Namun dmikian, banyak pasien dengan multiple myeloma tidak mempunyai keluarga yang juga terkena myeloma.
  • Berat :  orang yang mempunyai berat berlebih atau kegemukan lebih beresiko terkena multiple myeloma. 

Sabtu, 24 Oktober 2015

Apa itu Multiple Myeloma

Apa itu multiple myeloma





Multiple myeloma (juga sering disebut myeloma) adalah kanker atau keganasan sel plasma darah. Sel plasma adalah bagian dari darah dan merupakan komponen penting sistem kekebalan tubuh dan khususnya ditemukan di sumsum tulang.

Dalam keadaan normal dan berfungsi dengan baik, sel plasma akan menghasilkan berbagai protein yang berguna untuk “berperang” melawan infeksi yang disebut dengan antibodi atau immunoglobulin. Tetapi ketika seseorang menderita multiple myeloma, sel plasma mulai memproduksi salah satu tipe atibodi yang abnormal atau tidak normal secara berlebihan. Antibodi ini sering disebut dengan protein monoklonal atau M-protein. M-protein ini tidak dapat melawan infeksi. Selain tidak bekerja sebagaimana mestinya, pertumbuhan sel myeloma ini bisa menghambat produksi sel darah normal lainnya dan akhinrnya juga menghambat produksi immunoglobulin normal karena adanya jumlah sel plasma abnormal yang sangat banyak pada sumsum tulang.

Dengan semakin banyaknya sel plasma yang menggandakan diri atau istilahnya berproliferasi, mereka membentuk tumor yang disebut plasmacytoma
Plasmacytoma ini ditemukan di berbagai tempat dimana sumsum tulang aktif, khususnya pada tulang rusuk, tulang pada pundak, panggul dan tulang belakang. Plasmacytoma ini juga bisa berlokasi di berbagai tempat pada waktu yang sama, yang mana membuat penyakit ini disebut dengan multiple myeloma.

Jumat, 25 September 2015

Terdiagnosa Mieloma Multilple? Kemana Harus Berobat?

Mieloma Multipel atau yang baku dikenal Multiple Myeloma adalah suatu bentuk keganasan atau kanker darah. Multiple Myeloma adalah kanker sel plasma.

Seperti halnya jenis kanker darah yang lain seperti lymphoma, leukemia dan lainnya maka ahli yang menangani adalah dokter ahli darah dan kanker atau disebut Hematologi - Onkologi. Ahli ini mempunyai basic pendidikan dokter penyakit dalam. Dan di gelarnya tertera SpPD.KHOM. atau Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Medik.

Berikut diantara daftar ahli Hematologi Onkologi di Indonesia.

Jakarta
1. Prof. Dr. dr. Arry Haryanto Reksodiputro, SpPD.KHOM.
2. Prof. dr. Abdul Muthalib, SpPD.KHOM.
3. Prof. dr. Zubairi Djoerban, SpPD.KHOM.
4. Prof. dr. Karmel Tambunan, SpPD.KHOM.
5. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD.KHOM.
6. Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusumah, SpPD.KHOM.
7. Dr.dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD.KHOM.
8. Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD.KHOM.
9. dr. Cosphiadi Irawan, SpPD.KHOM.
10. dr. Shufrie Effendi, SpPD.KHOM.
11. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD.KHOM.
12. Dr. dr. Doddy Ranuhardy, SpPD.KHOM.
13. dr. Asrul Harsal, SpPD.KHOM.
14. dr. Syafrizal Syafei, SpPD.KHOM.
15. Dr. dr. Nugroho Prajogo, SpPD.KHOM.
16. Dr. dr. Hilman tadjoeddin, SpPD.KHOM.
17. dr. Bambang Karsono, SpPD.KHOM.
18. Dr. dr. Noorwati Soetandio, SpPD.KHOM.
19. Dr. dr. Abidin Widjanarko, SpPD.KHOM.
20. Dr. dr. Ronald Hukom, SpPD.KHOM.
21. dr. Toman l. Toruan, SpPD.KHOM.
22. dr. Zakifman Jack, SpPD.KHOM.
23. dr. Nyoto Widyo Astoro, SpPD.KHOM.
24. dr. Diana Paramita, SpPD.KHOM.
25. dr. Resti Mulyosari, SpPD.KHOM.
26. dr. Martin Batubara, SpPD.KHOM.
27. Dr. Sugiyono, SpPD.KHOM.
28. dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD.
29. dr. Anna Mira Lubis, SpPD.
30. dr. Wulyo Radjabto, SpPD.

Surabaya
1. Prof. dr. Boedi Warsono, SpPD.KHOM.
2. Prof. dr. Soebandiri, SpPD.KHOM.
3. Prof. Dr. dr. Ami Ashariati, SpPD.KHOM.
4. dr. I Made Putra Sedana, SpPD.KHOM.
5. Dr. dr. Ugroseno Yudho B, SpPD.KHOM.


Bandung
1. Prof. dr. Iman Supandiman, SpPD.KHOM.
2. Dr.dr. Heri Fadjari, SpPD.KHOM.
3. Dr. dr. Rachmat Sumantri, SpPD.KHOM.
4. Dr. dr. Pandji Irani firanza, SpPD.KHOM.
5. dr. Amaylia Oehadian, SpPD.KHOM.
6. dr. Gideon Sunotoredjo, SpPD.KHOM.
7. dr. Indrawarman, SpPD.KHOM.

Semarang
1. Prof. dr. C. Suharti, SpPD.KHOM.
2. dr. Mika L. Tobing, SpPD.KHOM.
3. dr. Santoso, SpPD.KHOM.
4. dr. Eko Adhi Pangarsa, SpPD.

Yogyakarta
1. Prof. dr. Elias Pardjono, SpPD.KHOM,
2. Dr. dr. Johan kurnianda, SpPD.KHOM.
3. dr. Ibnu Purwanto, SpPD.KHOM.
4. dr. Adi Wiyono, SpPD.KHOM.
5. dr. Kartika Widayati, SpPD.KHOM.
6. dr. Mardiah Suci, SpPD.

Solo
1. dr. Suradi, SpPD.KHOM.

Malang
1. Dr. dr. Budi Darmawan Machsoes, SpPD.KHOM.
2. Dr. Djoko Heri, SpPD.KHOM.
3. Dr. Shinta Oktya, SpPD.

Denpasar
1. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD.KHOM.
2. Dr. dr. Ketut Suega, SpPD.KHOM.
3. Dr. dr. Tjokorda Gde Dharmayuda, SpPD.KHOM.
4. dr. I Wayan Losen Adnyana, SpPD.KHOM.

Lampung
1. dr. Herry Apriadi, SpPD.KHOM.

Medan
1. Prof. dr. Fanani Lubis, SpPD.KHOM.
2. Prof. dr. Azmi S. Karr, SpPD.KHOM.
3. dr. Dairion Gatot, SpPD.KHOM.
4. dr. Savita Maharani, SpPD.

Palembang
1. dr. Mediarti Sjahrir, SpPD.KHOM.
2. dr. Yenny Dian Andayani, SpPD.KHOM.
3. dr. Norman Djamaluddin, SpPD.KHOM.

Padang
1. Prof. Nuzirwan Acang, SpPD.KHOM.
2. dr. Irza Wahid, SpPD.KHOM.

Aceh
1. dr. M. Riswan, SpPD.

Banjarmasin
1. dr. Darwin Trenggono, SpPD.KHOM.

Demikian daftar para ahli darah dan kanker yang bisa menjadi tempat tujuan berobat para penderitaa mieloma multipel.

Dan memang seharusnya penderita kanker darah ini ditangani oleh dokter tersebut dan tidak ke dokter ahli lainnya apalagi ke terapi alternatif.


Jakarta, 25 September 2015